Fiqih Subuh
Kemarin pagi, tidak seperti biasanya, masjid kami kedatangan 'jamaah tamu' tak dikenal. Sehabis shalat berjamaah shubuh, tamu itu langsung ke luar, ke teras masjid, dan shalat lagi. Kita tahu, tidak ada shalat ba'diyah shubuh kan? Jadi, kami penasaran, shalat apa dia? Ah, ternyata dia mengulangi shalat shubuh demi sebuah bacaan QUNUT yang sengaja tidak saya baca.
Di masjid sebelah rumah, saya mungkin termasuk imam yang 'aneh'. Saya tidak tahu Anda pernah ketemu imam seperti saya atau tidak: kalau selama 2 hari atau lebih berturut-turut menjadi imam shubuh, saya memimpin jamaah untuk sehari membaca qunut dan sehari berikutnya tidak membaca qunut. Tamu tersebut, yang tampaknya orang NU fanatik, datang pas saya tidak Qunut. Dan dia merasa shalatnya tidak sah karena itu.
***
Qunut memang sering jadi bahan selisih 'awam' di kampung-kampung, menjadi penanda apakah seorang itu NU atau Muhammadiyah, dan, seperti dalam kasus di atas, menjadi pangkal fanatisme untuk menganggap kelompok lain atau dirinya sendiri tidak sah shalatnya. Tak dapat kita pungkiri, kita seringkali berada pada level beragama yang paling formal, Fiqih, dan dipahami secara dangkal.
Fiqih itu penting, tetapi lebih penting lagi memahami Fiqih secara mendalam. Namanya saja Fiqih, dari bahasa Arab fiqh yang artinya pemahaman agama secara mendalam. Bukan Fiqih kalau levelnya pemhaman agamanya dangkal.
Kalau dalam kasus tamu NU tersebut ia salah karena mengulangi shalatnya, sama saja dengan jamaah Muhammadiyah di masjid saya: tidak mau mengamini saat imam membaca Qunut. Saat Mbah Kaum mengimami, ia selalu membaca Qunut dan hanya ada 3-4 jamaah saja yang mengamini. Lainnya? Diam saja menunggu. Apakah mengamini orang yang sedang berdoa dilarang Islam?
***
Perbedaan dalam Fiqih adalah perbedaan furu'iyyah alias remeh-temeh. Satu pendapat tak akan membatalkan pendapat yang lain. Karena itu para ulama berpendapat bahwa seorang pengikut Syafi'i sah shalatnya ketika ia bermakmum kepada seorang pengikut Hanafi. Demikian pula sebaliknya.
Jadi, mulai hari ini, tolong deh, untuk warga NU ndak usah ngulang shalat shubuh. Demikian pula kepada warga Muhammadiyah, ju'ila al-imam li-yu'tamma bihi. Imam itu harus diikuti. Anda tidak boleh hanya diam tanpa mengamini imam yang sedang membaca Qunut. Tindakan diam itu sama dengan mufaraqah, tidak lagi shalat berjamaah.
Posting Komentar