Hanya saja, kita harus terima bahwa ternyata TV adalah tempat belajar agama kedua setelah masjid.
Mungkin TV berbahaya bagi anak-anak, tidak untuk orang dewasa. Seperti aturan minum alkohol di Amerika itu. Orang dewasa boleh mabuk, anak-anak wajib menjauhinya. Orang tua boleh mabuk TV, anak-anak wajib menghindarinya.
Sebulan sebelum Ramadan, TV kita sudah berlomba mengiklankan acara-acara Ramadan unggulan mereka. Sinetron terbaru. Film ruhani. Lomba dai dan hafiz. Mungkin juga kelak akan ada lomba taqwa. Apa pun yang bisa dijual di Ramadan diiklankan, termasuk makanan dan minuman yang konon bisa menambah kualitas puasa kita.
Begitu Ramadan, sebelum berbuka puasa saja kita bisa menyaksikan dua tiga kali ceramah agama. Ada yang kultum persembahan dari merek ini lah, ada yang dialog 30 menit, ada yang ceramah sambil nyanyi-nyanyi. Komplit! Kalau mau, kita bisa mendengarkan 10 ceramah di TV seharinya.
Tidak heran, maka, jika hasil survei ini menunjukkan betap populernya TV sebagai media mengakses ceramah pertama setelah masjid dan musalla. TV mengalahkan internet (di tempat kedua), radio yang sudah tidak lagi populer seperti dulu, dan media lainnya. TV adalah juaranya!
Jadi, meski dimusuhi, TV itu ... seperti politisi kita: bukan lawan abadi, tetapi bukan pula teman sejati.
Selamat Ramadan!
Betul pake banget pak :D
BalasHapusPosting Komentar