Ramadan 28: Ziarah
Suatu ketika, teman ngobrol yang baru saya kenal di bandara Adisucipto, bertanya, "Mas, untuk apa mayit dibacakan talqin? Apakah mayit bisa mendengar? Apakah penyusun talqin pernah mati sehingga ia tahu pertanyaan malaikat?"
Saya tidak tahu apakah kenalan baru saya ini orang puritan dengan keyakinan bahwa talqin itu bid'ah atau orang awam yang bertanya karena rasa ingin tahu. Apa pun ia, saya tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan cara orang NU membela diri. Ini jawaban saya:
Talqin dibacakan untuk mereka yang hidup. Keluarga mayit dan para hadirin yang kelak mati. Talqin adalah pengingat bahwa kematian bukan akhir urusan. Kematian hanya permulaan perjalanan, yang lebih jauh, yang lebih panjang, dan jika kau tak membawa bekal, menjadi perjalanan yang menyengsarakan! Untuk bekal kematian, engkau perlu iman, perlu kenal Tuhan, dan kenal Sang Utusan. Sebab, merekalah sebaik-baiknya teman perjalanan dalam kematian.
Pesan seperti itu kapan saja bisa diajarkan. Di mimbar khutbah, di kultum taraweh, dan dalam buku-buku pelajaran. Tetapi saat ada kematian, pesan tentang bekal kematian jelas lebih berkenan.
Apakah mayit mendengar talqin, apakah ia memperoleh manfaat dari tuntunan soal-jawab pak modin, biar saja nanti kita buktikan saat kita kelak ganti ditalqin. Talqin tidak akan sia-sia karena setidaknya ia mengingatkan yang hidup, yang masih bisa mendengar saat talqin dibacakan.
Ziarah kubur, kurang lebih juga demikian. Apakah Yasin yang dibacakan, tahlil yang dikirimkan, pahala salawat yang dipanjatkan, bisa dihidangkan kepada almarhumin, boleh saja diperdebatkan para agamawan. Tetapi ritual ziarah adalah ritual simbolik (dan kita makhluk simbolik) yang mendefinisikan eksistensi kita. Ritual ziarah bisa membawa kita sekaligus ke asal dan tujuan.
Bertemu simbah, buyut, eyang, dan keluarga besar yang terbaring berdampingan memberi kita pijakan asal. Sebagian mereka dan riawayat hidup mereka yang baik menjadi inspirasi kita meneladani. Sebagian lagi mungkin meninggalkan kisah kelam, tetapi tetap saja menjadi pelajaran agar tak kita ulang. Apapun fungsinya, masa depan tidak bisa dibangun tanpa mereka, yang mendahului kita.
Jadi jangan lupa, saat mudik ini sempatkan mampir kuburan. Ajaklah satu dua orang yang lebih tua agar ia bisa berkisah tentang mereka-mereka yang telah bersemayam, asal-usulmu yang mungkin tak sempat kau kenal agar kau bisa pulang dengan segenggam pelajaran dan harapan.
Blitar, 15 Juli 2015
Posting Komentar