Wahai Anakku: Nasehat Sufi Besar Ibn Arabi
Tahun: Januari 2004
Hlm: 62 + vi
Penerbit: IIMaN (Jakarta)
Judul Asli: Nasaikh al-Syaikh al-Akbar Ibn Arabi
-----------Saya Pernah mendengar sekilas nama Ibnu Arabi ketika saya kuliah di IAIN, tetapi saya tak pernah serius ingin mempelajarinya. Nama itu saya kenal lagi waktu saya kuliah di LIPIA. Kali ini, dengan suara yang agak sumbang: ahli bid'ah dan tak mengenal tauhid dengan benar, dan citra negatif lainnya.
Barangkali citra semcam itu benar menurut ukuran yang dibangun oleh nalar puritan. Syaikh Ibnu Arabi dengan gagasan-gagasan panteistiknya pantas mendapat cap negatif oleh mereka yang menilainya dari nalar puritan, nalar syariat dan bukan nalr hakikat. Saya tak perlu paparkan perbedaannya di sini secara detail. Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa barangkali cukup mewakili keduanya.
Dalam perjalanan menyertai Khidir (QS al-Kahfi 60-82), yang diawali dengan jani untuk tidak mengomentari apa pun yang dilakukan Khidir, berkali-kali Musa memprotes tindakan Khidir yang dianggapnya salah. Menurut ukuran "syariat" Musa, tindakan Khidir membunuh bocah itu haram, merusak perahu orang juga zalim, bekerja tanpa upah juga tidak bisa diterima akal sehat.
Namun, Khidir ternayata melakukan semua itu dengan perintah Allah, dengan "ilmu" yang diajarkan oleh Allah kepada Khidir tetapi tidak kepada Musa.Maka, dalam kasus kedua kekasih Allah itu, Musa benar dengan syariatnya, tetapi Khidir saja tidak bisa disalahkan karena ia menggunakan kebenran ilmu yang diberikan juga oleh Allah.
Ketika menerjemah buku ini, berkali-kali saya harus berhenti lama. Bukan karena sulit, tetapi karena saya bertemu dengan kalimat-kalimat bermakna sangat mendalam yang "memaksa" saya untuk "tercenagang" dan merenung. Semua membatalkan citra negatif yang pernah saya dengan di LIPIA.
Perhatikan kalimat berikut, misalnya, "Jika Allah mengambil sesuatu dari Anda, maksudnya cuma satu: agar Anda bersabar, karena Dia mencintai orang yang sabar. Jika Dia telah mencintai Anda, maka Dia akan perlakukan Anda sebagaimana seorang kekasih memperlakukan pujaan hatinya." Bayangkan, jika menjadi kekasih Allah, apa masih ada lagi yang Anda butuhkan di dunia ini?
Jogja, Isra Mi'raj 1424H
Posting Komentar