Tanggap Corona dan Takut Mati
Saya lihat, tidak sedikit orang yang merespon tindakan penanganan dan pencegahan meluasnya wabah Corona dengan cap "takut mati". Mereka bilang, mati sudah ada yang mengatur. Izrael sudah punya daftar tunggu. Atau, ini ujian keimanan kita, apakah kita takut Allah atau takut virus. Atau ... beri contoh semisal di komentar!
Begini, helm diwajibkan agar Anda tidak mati kebentur. Apakah Anda akan bilang: ngapain pakai helm, toh kalau takdirnya mati karena kebentur aspal di jalan, ya mati juga walau pakai helm.
Lampur APILL dibuat agar Anda tidak mati ketabrak. Apakah Anda akan bilang: kalau memang takdirnya mati karena tabrakan, ya tetap saja akan mati ketabrak.
Hukum pidana dibuat agar Anda tidak dibacok orang di jalan. Apakah Anda akan bilang: kalau memang takdirnya mati dibacok, ya tetap saja mati dibacok.
Dengan logika yang Anda pakai, maka kapan-kapan kalau Anda kemalingan, dibacok orang, ditabrak orang di jalan. Anda tinggal bersyukur saja: Alhamdulillah saya menjemput takdir. Atau kalau hal tersebut menimpa anak Anda, istri Anda, dan kerabat Anda, Anda nggak usah repot mengandalkan hukum pidana, cukup Anda terima dengan syukur sebagai takdir!
Atau, jika mungkin lho, cobalah belajar sedikit saja tentang ajaran agama lewat ilmu Fiqih. Bacalah bab maqasid (tujuan) hukum yang dibuat untuk "menjaga jiwa manusia" (al-muhafazah ala al-nafs).
Anda akan tahu bahwa kebijakan-kebijakan itu bukan karena takut mati. Meliburkan sekolah, melarang umroh, melarang pengajian, bukan karena takut mati. Tetapi karena agama mengajarkan agar kita melindungi jiwa manusia. Ya, bab ini saja yang dibaca, nggak usah repot debat dalil teologis yang rumit-rumit.
Semoga kita semua sehat. Amin
Posting Komentar