Maaf ya agamawan, sedih saya melihat agama hanya digunakan untuk mendukung fatalisme. Saya lihat kemarin ada video viral oleh seorang yang mengatasnamakan agama untuk mengritik sikap kita yang terlalu percaya kepada sains. Ramadan masih jauh, katanya, ulama NU dan Muhammadiyah sudah berfatwa taraweh di rumah saja.
Orang itu kurang lebih mengatakan begini, "Bukannya saya tidak percaya pada sains, tetapi salahkah saya berharap keajaiban? Salahkan kita jika berharap dengan doa Corona bisa sirna?"
Kalau orang itu ada di hadapan saya, pasti langsung saya jawab: "Salah!" Anda tidak bisa percaya dua hal sekaligus: percaya pada sains dan percaya pada mukjizat! Jika Anda percaya bisa menghadirkan mukjizat, Anda pasti tidak mau repot-repot penelitian, kerja keras memburu virus dan vaksinnya.
Kepercayaan kita pada mukjizat hanya kita batasi (on a limited edition) kepada para Nabi. Mukjizat itu bukan sesuatu yang bisa diharapkan terjadi pada kita. Kita ini siapa berharap punya mukjizat?
Kalau mau kalkulasi, kemungkinan terjadinya mukjizat itu hanya 1 juta / 1 chance or less. Laut tak pernah lagi terbelah setelah Nabi Musa melewatinya. Api tak pernah dingin lagi setelah membakar Ibrahim. Perawan suci melahirkan tak pernah terjadi lagi sesudah Nabi Isa. Bahkan, Nabi Muhammad pun tidak mampu menghadirkan mukjizat ketika ditantang orang kafir (al-Isra': 93). Allah meminta beliau menjawab, "Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?"
Itulah mengapa Nabi perlu hijrah ketika dipersekusi di Makkah, menjalankan taktik dan strategi di setiap pertempuran yang beliau jalani, memakai baju besi berlapis sebelum perang, dan menyuruh kita berobat kalau sakit. Keajaiban itu tidak untuk diminta dan diharapkan.
***
Demikian juga soal terkabulnya doa. Kita wajib berdo'a sebagai mukmin dan muslim. Doa itu pasti dikabulkan, tetapi tidak selalu dengan cara yang kita minta. Allah bukan olshop yang kalau mengabulkan doa bisa kita harap, "Sesuai gambar Sis!"
Kita boleh berdoa minta diberi rumah mewah; tetapi Allah mengabulkan doa dengan cara, waktu, dan bentuk yang tidak harus sama persis dengan yang kita minta. Mungkin dalam bentuk yang lebih baik, di waktu yang lebih tepat, atau diberi pengganti yang lebih bermanfaat.
Maka, kita wajib berdo'a, nggak usah Anda dakwahi, "Ya Allah hentikanlah wabah ini!" Tetapi soal kapan dan bagaimana dihentikan, terserah Allah. Kita tidak bisa mendekte, "Sebelum Ramadan ya, biar kita bisa jamaah taraweh!" Karepmu ngono.
***
Hari ini para ilmuwan di Inggris mengumumkan mereka sudah bersiap menguji-cobakan vaksin Coronavirus di manusia mulai minggu depan. Ada 30 perusahaan di dunia yang berlomba menemukan vaksin. Maka malulah Anda para agamawan yang memilih dalil-dalil fatalisme untuk menutupi kemalasan dan ketakutanmu menghadapi kenyataan.
Hormatilah para ilmuwan yang bekerja keras menemukan solusi. Mereka tidak berdoa meminta mukjizat; tetapi mungkin lewat kreasi merekalah Tuhan memilih untuk mengirimkan mukjizat-Nya.
----------
Berita selengkapnya:
[1] https://www.euronews.com/2020/04/21/coronavirus-scientists-in-the-uk-to-begin-testing-vaccine-on-humans-this-week
[2] https://www.bbc.com/news/uk-52374653
Posting Komentar