Seperti media baru pendahulunya, kita berduyun-duyun menggunakan Zoom tanpa benar-benar tahu Zoom ini makhluk apa dan harus dibagaimanakan. Maka muncullah banyak keluhan dan perilaku aneh dalam menggunakan Zoom. Misalnya, banyak yang belum bisa membedakan, secara teknis di Zoom, antara "meeting" dan "webinar"; perbedaan status "host", "participants", dan "attendees".
Pengetahuan teknis yang minim juga tampak di penyelenggara yang enggan belajar tetapi nekat menyelenggarakan. Misalnya, sering kita nemu flyer Zoom meeting yang harusnya untuk audien terbatas, tetapi passwordnya ikut disebarkan dalam flyer. Atau sebaliknya, Zoom terbuka untuk umum, tetapi disetting password juga.
Dalam mengelola meeting/webinar, juga banyak penyelenggara yang belum menguasai setting meeting yang nyaman: siapa boleh bicara, siapa boleh sharing screen, siapa boleh kirim chat, siapa boleh merekam, siapa boleh ganti nama, dst. Acara yang harusnya berbobot dan keren, menjadi receh karena penyelenggara yang tidak belajar dulu.
Kalau penyelenggaranya demikian, tentu saja para pengguna. Secara teknis, saya bisa memaklumi soal pengguna yang awam. Wajar sewajar-wajarnya. Namanya juga teknologi baru. Misalnya, ada yang tidak tahu cara mematikan mic dan kamera. Pas lagi nge-zoom begitu, semua aktivitas dia di depan layar tampak di publik, mulai dari ganti baju sampai salat!
Nah, ngomongin soal nge-Zoom sambil beraktivitas lain, ini yang mungkin tidak boleh dimaklumi bagi pengguna mana pun. Entah Anda awam teknologi atau tidak, “etika nge-zoom” itu harusnya wajib kita junjung tinggi bersama. Sebab, banyak praktik tidak etis dari menjamurnya Zoominar ini.
Banyak orang yang ikut Zoominar hanya demi sertifikat dan panitia memanfaatkan kegilaan pada sertifikat ini sebagai bahan bangga-banggaan kalau webinar mereka sukses karena pesertanya 1000 orang. Karena yang dicari hanya sertifikat, maka ruang chat hanya riuh soal registrasi untuk mendapatkan e-Sertifikat.
Saya heran saja dengan kebanggan ‘banyak peserta’ itu kalau acara itu adalah ‘diskusi ilmiah’. Gimana ilmiahnya kalau hanya searah?
Demikian juga muncul praktik “multi-tasking” Zoominar: entah itu login dan kemudian ditinggal untuk aktivitas lain atau ikut banyak Zoominar sebanyak gadget yang dipunyai. Login pakai HP, login pakai laptop, login pakai tablet. Orang jadi sakti banget: berada di lima Zoominar pada saat bersamaan!
Di kantor istri saya, ada orang yang hobinya ikut Zoominar. Setelah login dan registrasi, laptop ditinggal di ruangan sementara si pemilik pergi mengajar.
Maka, maka mungkin penting untuk mempertimbangkan hal-hal tadi. Kecuali Anda sama dengan para pemburu sertifikat itu: Zoominar? daripada tidak!
Posting Komentar