Jika saya lihat, Corona memang sepertinya sudah lewat. Jalanan sudah padat dan kalau jam pulang kantor sering macet. Warung makan? Mi Ayam Tumini yang 'legendaris' itu sudah lebih dari normal. Uyel-uyelan antri tempat duduk dan spot parkir. Pasar? Sudah tidak ada lagi suasana Corona.
Di ruang-ruang sosial, kita lihat sudah tidak ada lagi protokol kesehatan. Sampai kadang pakai masker saat takziyah tetangga saja nggak enak sendiri dilihat orang. Di kampus? Lihat saja pameran foto para pejabat itu.
Selama hampir enam bulan, saya sendiri nyaris tak pernah ke kampus. Beberapa kali, dalam hitungan jari, hanya untuk hal-hal darurat seperti nengok tukang dan berish-bersih ruangan karena sudah hampir usai tugas. Prodi saya tertib full daring dari seminar proposal, ujian skripsi, sampai dengan pengesahan skripsi, semua daring. Tanda tangan pun sudah diganti barcode. Saya sendiri hanya melayani konsultasi skripsi secara daring, Zoom meeting rutin dengan anak-anak bimbingan.
Seminggu lalu, ada kasus mahasiswa fakultas sebelah yang positif Corona. Ia membawa penyakitnya dari luar Jogja, menulari temannya, membuat waspada kampus kita. Tetapi ya seperti tidak apa-apa. Corona? Lewat begitu saja.
"Di tempat saya, masih ada Corona pak. Maaf mungkin lain kali saja workshopnya." Sekali lagi saya menolak dengan sungkan. Ada yang akhirnya nekat, "Kalau begitu, biar kami yang datang ke Jogja." Nah, kalau bukan karena teman dekat dan hanya datang berdua, tentu saya juga mikir lima kali untuk menerima tamu luar kota.
Ini enam bulan setelah Corona. Saya catat agar kelak tidak lupa. Di tempatmu bagaimana?
Posting Komentar