Jangan mengandalkan solusi plagiarisme kepada kementerian. Kasus rektor USU cukup jadi pelajaran. Sebagai korban plagiat, saya punya pengalaman buruk dan baik dalam menyelesaikan masalah ini. Mungkin ada yang tanya kabar naskah saya yang diplagiat di web ibu wakil ketua MPR beberapa waktu lalu?
Unggahan saya di Facebook saat itu rupanya cepat sampai ke telinga beliau. Lewat komunikasi dengan CSIS, saya dihubungi oleh salah satu orang kepercayaan beliau, Mas Arief Adi Wibowo. Karena bukan cuma sekali ini saja jadi korban plagiat, saya selalu memeilih mendengarkan. Saya akan mengambil sikap berdasarkan "kalimat pertama yang digunakan pihak plagiator".
Dulu, ada kasus, si plagiat mengirim WA ke saya. Ia memperkenalkan diri. Lalu ia memulai pembicaraan dengan mengatakan, "Terkait DUGAAN plagiarisme itu, saya ingin klarifikasi." Sudah. Saya langsung jawab tegas, "Jadi, Anda menganggap saya hanya menduga Anda melakukan plagiat?" Bagi saya, plagiarisme itu sesuatu yang pasti disengaja oleh penulis. orang ;lain boleh menyebut saya 'menduga' jadi korban, tetapi si pelaku harusnya tahu persis asal-usul kalimat di naskahnya. Tidak usah pura-pura begitu!
Saya dengarkan mas Arief dan ia 'lulus ujian' saya. Tidak ada upaya membela diri dan membenarkan diri. Nomor satu adalah minta maaf. Dan itu cukup bagi saya. Hal lain-lain, gampang lah wong kita juga manusia!
Dalam kasus ini saya lebih mudah memaafkan lagi karena dua hal: pertama, plagiarisme ini tidak terjadi di ruang akademik. Plagiator tidak mengambil manfaat untuk dijadikan produk akademik. Hanya untuk memperkaya web ibu Lestari Moerdijat yang niatnya baik. Kalau dosa begitu, ya dosa mukhaffafah. Kedua: ibu Lestari Moerdijat sendiri (sudah saya duga sejak awal) hanyalah korban dari pihak ketiga.
Saya tahu, sebagai tokoh selevel wakil ketua MPR, beliau pasti tidak mengurusi sendiri websitenya. Konten artikel itu disuplai oleh Media Research Center. Jadi, secara teknis, the bad guy-nya ya Media Research Center ini. Ibarat kecelakaan di jalan raya, saya ini naik sepeda di pinggir jalan, ketabrak motor Bu Rerie yang motornya itu disruduk mobil ugal-ugalan dari belakang. Ya saya ketabrak motor Bu Rerie, tetapi beliau sendiri korban juga.
Saya sudah memaafkan bu Rerie. Beliau juuga sudah taking down seluruh artikel Pustaka Lestari karena perilaku ugal-ugalan (copas) itu tidak hanya terhadap artikel saya. Kalau Anda cek di web, satu-satunya yang tersisa di rubrik Pustaka Lestari adalah naskah saya dengan klarifikasi kasus plagiarisme yang terjadi.
Semua sudah beres sebenarnya, Cuma masih ada yang mengganjal juga sampai sekarang. Mobil yang menabrak Bu Rerie itu juga minta maaf ke saya tetapi sayangnya tidak mengakui kesalahannya. Media Research Center tidak merasa ugal-ugalan dengan praktik comot tulisan orang di sana sini tanpa menyebut sumber begitu. Dugaan saya, kalau tidak merasa salah begitu, dia akan melakukan hal yang sama suatu saat nanti!
Posting Komentar