Sebagai dosen, saya sering bertemu mahasiswa yang butuh cepat. Jam ini stor naskah, malam atau besok pagi sudah bertanya: Apa yang perlu saya perbaiki Pak? Sudah ACC belum Pak? Teknologi komunikasi melatih kita untuk mendapatkan sesuatu serba cepat.
Tahun 1980an, pacar Iwan Fals mengabari kedatangannya dengan kereta, dua hari sebelumnya. Kabar dikirim via Telegram, teknologi kirim pesan tercepat pada saat itu. Pacarnya mungkin mendadak ingin main ke Jakarta dan baru bisa kirim kabar h-2. Kereta pun juga lambat dan sering terlambat. Dua jam sudah biasa!
Lalu kita mulai mengenal email, SMS, dan sekarang WA dan sejenisnya. Ringkas cerita, pesan kita kirim, balasan langsung kita dapat. Kita lalu terbiasa agar semua hal seperti itu adanya. Cepat dan instant, termasuk untuk pekerjaan-pekerjaan yang quality oriented dan tidak mungkin 'instant'.
Skripsi dikirim hari ini pukul 9, contreng biru ganda pukul 10, maka ... "dosen sudah baca skripsiku". Rumangsamu bro! Tentu yang dibaca dosen baru pesannya, bukan skripsi. Skripsinya sendiri butuh proses untuk dibaca.
Ada dosen yang sudah sepuh, nggak nyaman kalau pakai layar kecil HP untuk baca skripsi. Berarti dia butuh buka file di komputer. Kalau di perjalanan, ia butuh waktu sampai di rumah untuk membukanya. Kalau ada dua atu tiga skripsi yang dibimbing, ia butuh urutan mana yang harus dibaca terlebih dahulu.
Kadang, permintaan cepat itu juga nggak sumbut. Bimbingan selama enam bulan, mereka menghilang. Giliran dekat dengan deadline pendaftaran ujian, berbondong-bondong mereka minta bimbingan. Maka, selain dikejar waktu juga bertabrakan dengan antrian.
***
Saya kemarin cari buku di Bukalapak. Tentu saja, dari posisi saya sebagi pembeli, saya ingin mendapatkan buku itu segera. Sebagai peneliti, saya berburu buku bukan untuk hiburan. Umumnya, saya beli buku untuk kepentingan pengumpulan data. Karena meneliti juga sering terkait dengan deadline setor laporan, tentu saja, saya butuh buku dengan cepat.
Masalahnya, kadang kita membutuhkan buku langka yang tidak semua orang punya. Begitu ketemu, hanya satu lapak yang jualan. Dan lapak ini 'sombong' banget: banner tokonya sudah memperingatkan para pembeli: Anda butuh buku atau butuh cepat? Butuh buku siap lama, butuh cepat cari toko lain.
Waduh. Ini toko tahu diri sekali rupanya. Ia mungkin spesialis buku langka. Ia sering ketemu para peneliti yang diburu deadline laporan. Ia capek menjawab pertanyaan, "Bisa kirim cepat nggak?" Maka ia ancam saja para calon pembelinya, pikir dulu sebelum transaksi dengan saya.
***
Kalau saja dosen punya lapak, mungkin saya bikin banner begitu juga kali ya? Masalahnya, saya tahu diri juga. Saya bukan dosen langka. Saya tidak punya bargaining power seperti toko sebelah. Di kampus ini, kalau cuma pingin bimbingan cepat, tidak serius, asal ACC, ada saja yang jual!
Posting Komentar