Kapan-kapan mungkin saya akan bercerita tentang sejarah plagiarisme, kapan munculnya, di mana, oleh siapa, dan mengapa. Sekarang, saya akan bercerita saja bagaimana praktik plagiat itu kemudian menjadi kebiasaan seseorang. Singkat cerita: plagiarisme berawal dari kelas!
Hari ini, saya mengoreksi tugas review mata kuliah Fikih Sosial. Tugasnya adalah: mereview buku Kiai Sahal Mahfudh (wajib beliau!), Nuansa Fiqih Sosial, yang disunting dan diberi pengantar apik oleh Mas Hairus Salim itu.
Dalam mengajar, saya tidak selalu 'mengajari' dulu. Saya biasa memberi tugas dan membiarkan mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu sesuai yang mereka tahu. Tujuannya ganda: bagi saya sebagai dosen, untuk mengetahui apa yang harus saya ajarkan dan tidak saya ajarkan. Bagi mahasiswa, agar belajar dari kesalahan. Konon, mistakes have the power to turn us better than before. Sebagai metode mengajar, maka saya tidak memberi hukuman atas kesalahan.
Untuk tugas review itu, saya memberi mereka panduan singkat saja dengan tiga pertanyaan. Tiga pertanyaan itu, kalau dijawab dengan baik, adalah pakem untuk mereview buku.
- Apa isi bukunya?
- Apa tanggapan subyektif/personalmu?
- Apa ada buku lain yang bisa menjadi pembanding?
Setelah dikumpulkan hari Jumat lalu, bagaimana hasilnya? Kelas A, 65% tidak lolos similarity check. Kelas B lebih tinggi lagi, lebih dari 80%! Padahal, itu setting toleransinya 20%. Bayangkan kalau mereka menulis lima halaman, ada toleransi satu halaman penuh yang boleh copas.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Saya tidak tahu persis. Tetapi saya menduga:
- Mungkin si mahasiswa tidak mengetahui bahwa zaman ini, tidak akan ada yang bisa lolos kalau menulis secara copas. Dosenmu pasti tahu!
- Mungkin mereka belum paham plagiarisme. Tidak mengejutkan. Mereka tidak sendiri. orang-orang yang pernah mendidika mereka, mungkin juga tidak tahu, atau tahu tapi nggak peduli.
- Mereka pasti belum belajar academic writing yang berintegritas dan etis.
Saya dosen Fikih, tetapi saya tidak akan berhenti mengurusi ini dulu sebelum melanjutkan kuliah. Jika perlu, 2-3 kali pertemuan sekalipun! Sebab, dari kelas-kelas seperti inilah plagiarisme skripsi, tesis, dan disertasi dimulai. Anda bagaimana?
Posting Komentar