Film dokumentar This is What Winning Looks Like dipublikasikan tahun 2013 ketika Presiden Obama baru saja mengumumkan kemenangan Amerika dalam perang Afghanistan. Berbeda dengan Obama dan pernyataan resmi pemerintah dan militer Amerika, film ini bercerita sebaliknya: tidak ada kemenangan, yang terjadi di lapangan adalah Amerika sudah menyerah, tidak bisa mencapai target perang, capek, dan penguman itu hanya upaya menyelamatkan muka agar bisa pergi dari Afghanistan secepatnya.
Pernyataan Ben Anderson, si pembuat film dokumenter, di menit-menit pertama film ini memberikan ramalan 100% akurat, penjelasan tak terbantah, mengapa bulan lalu, Taliban begitu mudah menaklukkan seluruh Afghanistan. Nonton film ini, dan Anda tidak akan terkejut sama sekali.
Kalau di Indonesia banyak yang ikut-ikut anti Taliban, memakan mentah-mentah semua framing brutal tentang mereka, film ini akan membuka mata mereka. Emang yang dimusuhi Taliban siapa? Orang-orang saleh? pemerintah yang jujur? tentara patriotik? polisi yang melayani?
Ben mengutip pernyataan salah seroang tentara Amerika yang tahu persis di lapangan perilaku polisi Afghan, “Try finding a police commander who doesn’t abduct and rape young boys.” Praktik mengambil anak usia 10-14 tahun sebagai mairil adalah lumrah, kaprah. “If they don’t fuck the arses of these boys, who else are they going to have sex with? Their own grandmothers?” Kata salah satu komandan polisi membela praktik itu.
Kalau ada pengungsi Afghanistan di Indonesia menjelek-jelekkan Taliban, "mereka nggak bisa salat, nggak ngerti jumlah rakaat Subuh..." Ya tentu saja mereka harus mengatakan itu. Mereka yang lari dari Afghanistan harus punya alasan yang kuat agar mendapatkan suaka. Menceritakan kebaikan Taliban tentu hal yang mustahil.
Dalam sebuah operasi, marinir Amerika mengingatkan agar tidak gampang melepaskan tembakan. Bisa-bisa, orang kampung yang tertembak. Dengan wajah cuek, tak berdosa, tak peduli, seorang tentara Afghanistan menjawab, “Alah, sama saja, mereka semua Taliban di sini.”
Kata Ben "It was exactly this kind of behaviour that led many Afghans to welcome the Taliban in the mid 90s, seeing them as the good and just Muslims who would stand up to the violence and corruption of the warlords." Silakan baca juga tulisan Ben di Port Magazine tentang kondisi riil Afghanistan.
Amerika gagal di Afghanistan karena begitu mereka menggulingkan Taliban dengan mudah, mereka tidak menyiapkan rencana selanjutnya. Alih-alih merintis proses nation building yang baik, penggulingan Taliban hanya membuka jalan bagi naiknya elit politik dan warlord korup ke pemerintahan.
Kalau di berita-berita kita dengar Amerika meninggalkan Afghanistan dengan 300.000 pasukan terlatih dan persenjataan yang lengkap, lalu kalah dalam sekejap dengan Taliban yang berjumlah 70.000 orang, tidak ada yang mengejutkan kita setelah nonton film ini. 300.000 pasukan itu tanpa 'moral' dalam sistem yang korup. Di akhir film, ramalan Ben ketika ditanya apa yang akan terjadi dengan pasukan itu setelah ditinggal Amerika? Mengutip obrolannya dengan seorang kawan Afghani, ia menjawab, "Separohnya akan bergabung dengan Taliban, separohnya lagi hilang." Ben bukan dukun, tetapi ramalannya tidak meleset sama sekali.
Posting Komentar