Selain menghapus nama dosen pembimbing dan penguji skripsi/tesis dari artikel yang dipublikasikan di Jurnal Inklusi, kami juga mengembalikan naskah 'republikasi' (daur ulang) ke penulisnya untuk direvisi karena tesisnya ternyata sudah diterbitkan dalam bentuk buku sebelum versi artikelnya sukses kami terbitkan di jurnal.
Kami jelas tidak mau menerbitkan dobel republikasi semacam itu. Tetapi penulis berargumen bahwa artikelnya, meskipun bersumber dari data-data tesis, berbeda dari tesis dan bukunya. Ia menjelaskan secara panjang lebar di Whatsapp, tetapi kami ingin apa yang ia sampaikan panjang lebar itu ditulis di artikel: bangun argumen kepada pembaca bahwa artikel Anda adalah suatu tambahan, atau kritik, atau bantahan atau apa pun yang memastikan posisi akademiknya berbeda dari tesis (punya novelty!)
***
Seperti pandangan yang saya tulis di buku Tanya Jawab Plagiarisme (link), skripsi/tesis/disertasi itu pada dasarnya adalah publikasi. Sebab, mereka bisa diakses oleh publik, dibaca dan dikutip. Skripsi/tesis/disertasi bukan "working paper" yang tidak boleh dikutip.
Karena mereka adalah publikasi, maka segala bentuk publikasi yang bersumber dari skripsi/tesis/disertasi adalah 'republikasi'. Syarat 'sah' republikasi ini dua. Pertama, ada pihak yang mau menerbitkan; dan kedua, ada pernyataan yang jelas kepada penerbit dan pembaca bahwa karyanya adalah republikasi.
Syarat pertama itu hanya soal mau dan tidak. Seperti penerbit buku yang mau menerbitkan ulang tulisan-tulisan Bung Karno misalnya. Mereka tahu buku itu sudah terbit, pembaca tahu itu hanya tulisan lama yang diterbitkan ulang, dan semua mempunyai alasan sendiri untuk mau menerbitkan atau mau membeli buku 'lama' itu.
Sebagai pengelola jurnal, kami mau republikasi karena jurnal kami butuh naskah yang berkualitas dan kami percaya jurnal lebih mudah diakses publik daripada skripsi aslinya. Kami yakin jurnal lebih 'laku' untuk dijual. Sebaliknya, sebagai konsumen, saya mau membaca dan membeli republikasi disertasi karena disertasi aslinya hanya disimpan di perpustakaan universitas di luar negeri, misalnya.
Tanpa novelty, sebuah republikasi itu sebenarnya tidak penting secara akademik teoretik. Kepentingannya hanya soal perluasan distribusi dan ekonomi (kalau buku).
***
Maka, demikian juga pertanyaan saya kepada para dosen yang numpang skripsi mahasiswa di artikel republikasi. Apakah ada noveltynya sehingga artikel itu layak disebut sebagai artikel berbeda dan kemudian layak mendapatkan tambahan author yang tidak ada di karya awal (skripsi/tesis)?
Posting Komentar