Saya belum tahu mazhab Fikih apa yang dianut mayoritas orang Palestina. Tetapi yang bisa saya duga dari cara salat mereka, bukan penganut Syafi’i. Mayoritas orang yang salat Jumat di kompleks al-Aqsa itu ada di luar masjid. Nah salatnya di "sembarang" tempat begitu. Bukan hanya tempatnya, salatnya pun banyak yang tidak lepas sepatu. Mereka nyaman saja salat demikian karena duduk mereka tanpa iftirasy dan tawarruk.
Ya, saya tahu bahwa tanah itu suci. Secara Fikih juga tidak ada masalah kalau orang mau salat sembarangan begitu. Beda mazhab, beda definisi syarat salat dan kesucian. Bagi orang Indonesia yang ikut Mazhab Syafii, syarat salat itu suci badan, pakaian, dan tempat. tanahnya mungkin suci, tetapi sepatu yang kita pakai, mungkin saja kena najis hukmi. Begitu cara pikir kita.
Di depan apartemen saya ada pembangunan jalan trem. Saya pernah lihat salah satu kuli bangunan, yang mayoritas orang Arab, sedang salat zuhur di trotoar. Tanpa sajadah, memakai baju dan dan celana yang ia pakai bekerja, bahkan masih pakai helm proyek. Salat begitu saja di trotoar, di pinggir jalan yang ramai, di bawah terik matahari.
Tadi saya sebenarnya juga berniat salat di luar. Sudah bawa sajadah. Maka saya nongkrong sambil mencuri gambar suasana di al-Aqsa menjelang Jumat. Sayangnya, ketika khatib naik mimbar tiba-tiba saja mendung datang, langit gelap, dan saya khawatir kehujanan. Saya segera masuk ke masjid yang sudah penuh.
Ternyata, sampai salat Jumat selesai, langit cuma gelap saja. Gerimis pun tidak. Jebul, "mendung tanpo udan... ketemu lan kelangan!"
Posting Komentar