Sepulang Jumatan tadi, saya berhenti sejenak di sebuah halte di Wadi Jos. Menunggu gerimis lewat dan menikmati swarma yang tadi saya beli di dekat Lion Gate. Jam pulang jumatan itu jalanan selalu padat merayap, kadang macet.
Pengemudi mobil di seberang halte membuka kacanya. Tatapan matanya bertemu dengan mata saya. Saya mencoba cepat mlengos mengalihkan pandang ke mobil lain. Tetapi karena jalanan macet, saya bertatap muka lagi dengan orang itu.
Ia berteriak menyapa saya, "Hi, where are you from?" Sambil melempar senyum. Anda tahu, bagian seperti inilah yang paling tidak suka di sini. Saya jadi tahu rasanya bule-bule yang di Indonesia mengundang tatap mata orang penuh tanya siapa dia.
Saya sering mengalaminya. Tidak hanya dengan orang tua, tetapi juga khususnya anak-anak. Di Israel, jumlah orang berwajah Asia itu tak sebanyak seperti di Amerika.
Ini juga bukan pertama saya disapa di jalan ini. Minggu lalu, juga pulang Jumatan, seorang sopir membuka kaca mobil dan menawari saya untuk numpang. Ia supir mobil travel wisata yang pada hari Jumat digunakan untuk antar jemput jamaah Jumat di "kampungnya". Saya menolak karena sudah dekat dengan tujuan.
Balik ke orang tadi. "From Indonesia!" teriak saya. Jarak kami hampir 20 meter karena ia ada di jalur jalan seberang.
"Wah, Indonesia bagus! Apa kabar?" Ia tampak gembira bisa praktik Bahasa Indonesia dengan saya.
"Kamu tinggal di mana?" ia lanjutkan lagi pertanyaannya.
"Ba Ibrit!" saya jawab sambil menunjukkan tangan saya ke arah gerbang kampus saya, yang tak jauh dari halte itu.
"Wow! Belajar apa di sini?" ia terus menunjukkan kemampuannya berbahasa Indonesia.
Begitulah. Di kampus saya, ada sekitar 8-10 orang mahasiswa yang semester ini aktif di kelas Bahasa Indonesia. "Alumninya" juga sudah ada beberapa.
Jumlah itu tidak terlalu banyak bila dibandingkan yang di wilayah Palestina. Teman saya di Betlehem mengajar di sebuah kampus kecil di sana dan punya 20-30an mahasiswa yang ikut kelas Bahasa Indonesia.
Tentu saja motif utama mereka adalah pariwista. Orang Indonesia itu dikenal tajir suka bagi-bagi duit di sini. Kalau mereka bisa Bahasa Indonesia, mereka bisa cari duit lebih baik.
Wah mantul ki,
BalasHapusKlo orang indonesia yg berada disana, bisa lebih tajir ni ... he
Posting Komentar