Meskipun buku ini bersumber dari perjalanan saya ke berbagai tempat di dunia, sejak awal saya tidak berniat menulis travel book. Saya tahu persis saya bukan travel blogger, dan karena itu saya tidak berniat menulis seperti mereka. Maka, saya bikin judul buku ini, awalnya, bukan travel blogger.
Dalam buku ini saya memilih sudut pandang diri saya sendiri, apa adanya, sebagai mahasiswa di luar negeri, sebagai dosen yang sedang belajar sesuatu, atau sebagai peneliti. Apa adanya sebagai diri saya dan menulis apa yang saya alami dari kacamata saya yang awalnya lugu, ndeso, dan nggumunan. Tidak seperti travel writer yang akan menilai sebuah tempat begini dan begitu dari kacamatanya sebagai tukang jalan-jalan.
Maka, saya ceritakan soal diri saya. Misalnya, salah satu bagian favorit saya adalah ketika berkunjung ke Bangkok. Ah cuma Bangkok? Kalau buku ini tentang travelling, Bangkok itu terlalu umum, terlalu dekat, terlalu mainstream. Nah, yang menarik adalah pengalaman saya menemani tiga orang tunanetra untuk ke luar makan malam. Si pemilik restoran menolak diberi tip karena ia melihat saya sudah mau menemani tiga orang buta.
Buku tentang Bangkok, banyak. Tulisan travel ke Bangkok, berlimpah. Tetapi yang bercerita tentang dosen UIN menjadi "imam", membonceng tiga tunanetra baris di belakangnya kan nggak ada?☺
Maka buku ini juga bukan buku fotografi. Ada dua alasan mengapa saya dan penerbit membuang foto (awalnya ada di draf). Pertama, buku ini memang buku story, menyajikan kisah dan bukan gambar-gambar yang bisa jadi malah merusak fantasi pembaca.
Kedua, saya sering ketemu buku travel disertai gambar tetapi malah membuat buku itu tidak menarik karena fotonya berkualitas jelek dan dicetak dalam hitam putih. Di zaman ketika gambar dan foto apa pun tinggal klik di jari, menyajikan gambar kalau cuma standar saja juga nggak menarik.
Saya pernah lho sharing video tentang Western Wall, lalu ada yang komen begini, "Ah sama saja dengan nonton di Youtube. Sudah banyak. Mbok kasih gambar yang unik gitu." Bayangkan! Saya ini siapa? Youtuber juga bukan, sharing video juga nggak untung sepeser pun, eh dituntut seperti orang yang cari makan lewat Youtube. Hahaha. Bisa kebayang kalau saya kasih gambar di buku tapi tidak berkualitas?
Ketiga, biaya cetak. Tanpa gambar pun, buku ini sudah setebal 260 halaman. Full text beneran. Tidak seperti buku orang HTI itu yang text-nya satu alinea per halaman, font gedhe, lebih banyak ilustrasinya. Mahal dan laris lagi. Hahaha. Buku ini sudah "melebihi" rata-rata bacaan populer. Jika ditambah foto, akan lebih tebal lagi. Siapa yang mau beli? Tujuan saya berbagi cerita bisa gagal karena nggak ada yang beli.☺
Pun demikian, jika ada yang ingin banget, saya sudah menyiapkan foto dan video terkait di media sosial. Saya akan bikin post berseri di akun instagram saya. Dengan begitu, harapannya, pembaca yang suka gambar tetap terpenuhi "haknya".
---------------------
Dunia Sehasta, Catatan Perjalanan tentang Kota, Manusia, dan Pelajaran-Pelajaran Berharga dari Mereka
Penerbit: Kasan Ngali, 2022
ISBN: 9786239773427
Fisik: 14x20cm, 260 hlm (full text)
----------------------
Buku ini tersedia dalam dua versi:
- Buku: Rp75.000 | Shopee: https://bit.ly/bukusehasta
- Ebook: Rp65.490 | Google Play: https://bit.ly/ebooksehasta
Posting Komentar