Tadi siang saya mengikuti sesi diskusi tentang "independent publisher" di JIBF (Jerusalem International Book Forum). Ini sesi yang saya tunggu-tunggu memang. Sebab, saya sendiri sudah beberapa kali menerbitkan buku 100% "independent," mulai dari menulis naskah, editing, sampai dengan publikasi.
Penerbitnya pun saya urus sendiri. Saya punya impian waktu itu agar PLD (Pusat Layanan Difabel) juga punya penerbitan buku yang fokus pada isu-isu disabilitas. Saya bikin PLD Press dan berhasil menerbitkan tiga buku. Jadi, saya sudah "mengalami" sendiri semua proses penerbitan buku dari A-Z.
Pada forum tadi, hanya saja, saya menemukan perbedaan pengertian antara "independent publisher" dengan "self publishing". Penerbit "indie" dalam pengertian forum ini tadi ya kalau di Jogja semua penerbit kecil-kecil itu. Sementara "self publishing" adalah penulis yang tidak menggunakan jasa penerbit untuk menerbitkan buku. Ada?
Ada. Salah satu peserta tadi cerita, sebagai seniman ia pernah bikin buku, isinya karya seni, dan hanya dicetak super terbatas, 15 biji. Ia terbitkan sendiri dan ia jual sangat mahal. 500 dolar per buku. Jadi, konsep bukunya ini mirip seperti jual lukisan begitu. Menarik kan?
Kalau di Indonesia sih malah biasa sebenarnya. Kita bisa menulis buku dan dicetak 5-10 eksemplar untuk naik pangkat! Harganya? Tak ternilai. Cuma ini sifatnya malah bukan self publishing, karena nggak akan memenuhi syarat untuk naik pangkat, melainkan dilayani oleh penerbit. Saya dengar, penerbit besar pun ada yang mau melakukannya asal dibayar.
Untuk urusan kualitas, di Indonesia, saat ini memang tidak ada jaminan kalau diterbitkan penerbit besar itu bagus; sebaliknya juga kalau diterbitkan penerbit kecil itu jelek. Juga tidak ada urusan apakah dibayar atau membayar.
Salah satu pembicara di panggung tadi, misalnya, mengatakan bahwa kelebihan penerbit indie seperti dirinya adalah: ia bebas menerbitkan buku apa yang ia suka, tidak didekte selera pasar seperti penerbit besar, walaupun tidak laku. Ia tipe penerbit yang tidak butuh uang dari publikasi buku. Seperti dosen? Hahaha.
Posting Komentar