Saya dengar nama makanan ini pertama-tama dari kursus Bahasa Ibrani di Youtube. Tutornya bilang, kalau ke Israel, kamu wajib mencoba falafel! Sudah saya coba? Tentu saja, tetapi tidak banyak sekali. Bisa saya hitung dengan jelas, saya makan falafel baru tiga kali.
Pertama kali saya makan falafel waktu kami jalan-jalan ke Tel Aviv. Berangkat pagi, teman saya belum sarapan. Jadi dia ngajak saya makan falafel di sebuah pasar. Dia bilang, ini falafel paling enak di sini. Saat menunggu giliran dilayani, saya lihat koq roti pita-nya besar sekali dan saya sudah sarapan. Karena ini juga baru mencicipi pertama kali, saya minta agar roti pitanya dibelah dua saja, separuh-separuh gitu.
Nah, pengalaman pertama ini membuat saya tidak tertarik untuk makan falafel lagi. Falafel yang saya makan, menurut saya, terlalu sangat asin. Nah falafel sendiri sebenarnya hanya nama salah satu unsur makanan yang secara keseluruhan adalah salad yang dibungkus roti khusus berbentuk seperti kantong.
Salad dan roti yang sama akan berubah nama menjadi shawarma kalau falafel-nya diganti dengan daging sapi atau daging ayam yang cara memasaknya diputar (shawarma ini konon artinya memutar). Falafel terbuat dari tepung dan kacang. Mirip pergedel tetapi beda banget bahannya.
Setelah yang pertama di Tel Aviv itu, saya baru mencoba lagi makan falafel di dekat apartemen, di kawasan Wadi Joz. Nah, yang ini menurut saya enak. Tidak terlalu asin. Maka, saya pun beli lagi yang ketiga. Sayangnya saya ketemu lagi dengan falafel yang terlalu asin. Maka, meski falafel adalah makanan paling favorit di sini, saya lebih memilih makan shawarma yang selama ini selalu cocok-cocok saja.
Posting Komentar