Saya pernah menemukan sebuah video di Youtube yang menuduh Islam sebagai agama palsu. Tuduhan itu bersumber dari fakta bahwa ada ajaran-ajaran Islam yang menurut orang itu "diambil dari Yahudi." Video itu mencontohkan kasus kepercayaan terhadap siksa kubur. Dalam Hadits diriwayatkan bahwa Asiyah baru saja ditemui perempuan Yahudi yang mengisahkan kepercayaan mereka tentang adanya siksa kubur. Aisyah tidak mempercayai mereka.
Beliau lalu menanyakan hal ini kepada Nabi, apakah benar nanti akan ada siksa kubur. Nabi membenarkan. Asiyah lalu mengatakan bahwa sejak mendengar pertanyaannya itu, Nabi senantiasa berdoa meminta perlindungan dari azab kubur. Si Youtuber menyimpulkan, berdasarkan redaksi hadits, bahwa Islam sesungguhnya tidak mengenal azab kubur. Kepercayaan azab kubur "diciptakan" Muhammad setelah mendengar dari Yahudi. [*]
Si Youtuber tidak sendiri. Beberapa orientalis juga ada yang pernah mengatakan hal senada. Mereka bilang bahwa Islam itu adalah sekte agama Yahudi (saya sudah lupa siapa yang mengatakan, tahu dari membaca waktu kuliah dulu). Nah, saya tidak perlu menyangkal tuduhan semacam ini. Sebab, mau bilang apa kalau dua-duanya adalah agama keturunan Ibrahim. Dengan kata lain, Islam dan Yahudi sama-sama meniru Ibrahim.
Kesamaan Islam dan Yahudi adalah karena faktor Ibrahim, bukan karena yang satu meniru yang lain. Dalam versi argumen al-Qur'an, wa ma kana ibrahim yahudiyan wa la nasraniyan, Ibrahim jelas bukan Yahudi, apalagi Nasrani, dua agama yang datang sesudah Ibrahim. Ia, kata Al-Qur'an adalah hanifan musliman. Tanpa berapologi dengan kata "muslim" di situ adalah sama dengan "muslim" umat Muhammad, Tafsir Jalalain mengartikan hanif "condong kepada sikap beragama yang lurus" (mailan 'an al-adyan kulliha ila al-din al-qayyim). Sementara muslim sebagai muwahhid (orang yang bertauhid).
Maka saya sebut Yahudi sebagai "agama asal" sekedar dalam konteks historis bahwa agama Yahudi "terlembagakan lebih awal". Yahudi sudah mempunyai tradisi yang lebih tua, dan dalam konteks sejarah lahirnya Islam mempengaruhi cara pandang Nabi dan Muslim generasi awal dalam mendefinisikan Islam.
Saya sendiri sering menafsirkan begini: Yahudi adalah "agama" (lembaga) pertama yang mensistematisasikan ajaran-ajaran Ibrahim. Lalu, bersamaan dengan berjalannya waktu ajaran itu mungkin mengalami banyak "perkembangan", tambahan-tambahan yang dianggap tidak lagi sesuai dengan ajaran pertamanya.
Maka, Nabi Isa datang. Sayangnya, beliau tidak berhasil mentajdid agama Yahudi. Ajaran berhasil dikembangkan kemudian menjadi agama (lembaga) Kristen justru oleh orang lain. Sayangnya, bertoalk belakang dengan missi Nabi Isa, pelembagaan Kristen mencakup ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan agama Ibrahim, khususnya bab tahuid.
Nah, tak lama dari pengutusan Isa, hanya enam ratusan tahun, datanglah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad berusaha mengembalikan ajaran ini ke agama Ibrahim. Versi lembaga yang terdekat dengan ajaran Ibrahim adalah Yahudi awal, yang dibangun oleh Israel dan anak turunnya.
Segera harus dicatat. Ini "versi Islam" dalam tafsiran saya. Para ahli perbandingan agama mungkin punya tafsir lain lagi. Dalam tafsir itulah saya menempatkan kedekatan Yahudi dengan Islam, tidak dengan Kristen.
Careful analysis of particular narratives may show that, in contrast to the assertions of previous generations of scholars, the Quran simply does not consistently reflect the direct derivation of biblical data from Jews or straightforward assimilation of rabbinic midrash. Rather, the opposite may be the case, namely, that Jews quite likely ‘borrowed’ from the Quran, or even from later Islamic literature.
Posting Komentar