Dulu, jaman kuliah di Solo, saya tinggal setahun di sebuah masjid Salafi, ikut menjadi marbot. Salah satu pengalaman unik saya adalah menjamak salat Maghrib dan Isya' akibat hujan deras. Sebagai orang NU, seumur hidup saya belum pernah melakukannya. Itu adalah salat jama' pertama dan terakhir saya yang disebabkan oleh hujan.
Kemarin, sewaktu salat Maghrib di langgar sebelah rumah, tiba-tiba saja hujan datang, deras mengguyur. Posisi kami waktu itu adalah baru saja duduk tahiyyat akhir. Sebagai imam, segera terpikir dua hal di benak saya: mempercepat salam agar jamaah bisa segera pulang sebelum hujan lebih deras mengguyur, atau... seperti di Solo itu, salatnya dijamak saja dengan Isya'.
Saya memilih yang pertama. Sejak di Solo itu saya berpandangan bahwa menjamak salat karena hujan adalah salah satu bentuk praktik keagamaan yang sudah tidak relevan. Dulu, terutama pada zaman awal-awal Islam, masjid tidak beratap. Normal saja kalau musim hujan dijamak demi mengantisdipasi hujan. Sekarang? Masjid bukan hanya beratap, masjid sudah sangat nyaman. Lantai berkarpet hangat, atau ber-AC untuk melawan panas. Alasan hujan untuk menjama' salat sudah tidak ketemu.
Terlebih lagi, yang saya kagum, jamaah di langgar saya juga rajin-rajin. Hujan tak pernah mengurangi jumlah. Misalnya, tadi, hujan deras mengguyur sejak sebelum Maghrib. Setelah azan, segera saya minta salah satu jamaah untuk iqamat. Saya bilang, "Diqamati saja, paling juga nggak ada lagi yang datang." Waktu itu, sudah ada empat orang yang siap salat.
Saya salah. Tak lama setelah qamat, jamaah lain yang memang rutin ke langgar segera berdatangan menyusul. Sebagai orang yang rumahnya mepet langgar dan tidak perlu menembus hujan karena atap langgar sudah gabung dengan rumah saya, salut juga saya dengan semangat mereka. Jadi, semakin tidak ada alasan untuk menjamak salat saat hujan.
Fiqih
Jama' karena hujan sesungguhnya hal yang "normal" dan mayoritas ahli Fiqih membolehkannya dengan sejumlah syarat. Misalnya, hujannya harus deras dan bikin basah baju, terjadi di waktu yang pertama, dan tempat tinggal jamaah lumayan jauh.
Hanya saja banyak juga yang mengatakan "tarkuhu afdal" (meninggalkan jama' lebih utama). Imam an-Nawawi mengatakan:
[ وترك الجمع أفضل بلا خلاف فيصلي كل صلاة في وقتها للخروج من الخلاف فإن أبا حنيفة وجماعة من التابعين لا يجوِّزونه . وممن نص على أن تركه أفضل الغزالي، وصاحب التتمة . قال الغزالي في البسيط : لا خلاف أن ترك الجمع أفضل ] روضة الطالبين 1/505 .
Posting Komentar