Zakāẗ al-fiṭrī atau yang lebih kita kenal sebagai "zakat fitrah" adalah zakat yang dibayarkan setelah orang menunaikan puasa, dari kata al-fuṭru min Ramaḍāna
Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap Muslim tua-muda, laki-perempuan, kaya-miskin, merdeka-budak, yang pada periode wajib bayar zakat fitrah memiliki lebih dari cukup apa yang dapat dimakan hari itu (satu ṣāʿ) untuk dirinya dan atau keluarganya.
Jadi, zakat fitrah bukan zakat yang diwajibkan karena orang memiliki kelebihan harta, ia adalah zakat khusus atas badan setiap orang. Orang hanya terbebas dari kewajiban ini dengan kondisi yang sangat minimal, kalau ia tidak memiliki makanan untuk sehari semalam.
Kekhususan zakat fitrah ini sesungguhnya terkait dengan pembayarannya yang juga khusus. Kewajiban membayar zakat fitrah hanya satu hari saja, dari Maghrib terakhir bulan Ramadan sampai dengan pagi tanggal satu Syawal, sebelum khatib Salat Id naik ke mimbar.
Tujuannya? Selain untuk mensucikan diri orang yang berpuasa, terpenting adalah untuk memberi makan orang miskin agar jangan sampai ada yang orang kelaparan di hari raya.
Pesan itulah yang terkandung dalam Hadits yang diriwayatkan Ibn Majah:
عن ابن عباس، قال: «فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث، وطعمة للمساكين، فمن أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات»
Dalam hadits lain yang semisal, Nabi berpesan agar zakat fitrah itu dapat "meliburkan" para fakir-miskin dari mengemis pada hari raya itu:
{ أغنوهم عن الطلب في هذا اليوم }
Perspektif Fiqih
Hanya saja, pesan moral itu memang ditanggapi berbeda secara Fikih. Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang berhak menerima zakat fitrah: apakah sama dengan zakat mal atau dikhususkan untuk fakir-miskin?
Secara ringkas, ada tiga pendapat Fikih terkait penerima zakat fitrah ini:
Pendapat pertama, pendapat Syafi'iyah, mengatakan bahwa zakat fitrah harus dibagikan kepada delapan asnaf yang sama dengan zakat mal.
Pendapat kedua, pendapat mayoritas, mengatakan bahwa zakat fitrah boleh dibagiakan ke delapan asnaf, dan diperbolehkan untuk membagikannya kepada orang miskin, sebab zakat ini termasuk dalam sifat umum sadaqahyang disebutkan dalam Surat at-Taubah ayat 60.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa zakat fitrah harus dikhususkan bagi orang miskin. Pendapat ini diikuti oleh Mazhab Maliki, salah satu dari dua pendapat Ahmad, dan dipilih oleh Ibn al-Qayyim dan Ibn Taimiyyah.
Jadi?
Jika mengikuti semangat disyariatkannya zakat fitrah, saya pribadi cenderung kepada pendapat ketiga. Jumlah zakat fitrah itu tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan jumlah zakat mal. Artinya sudah ada jatah yang lebih dari cukup untuk asnaf non-fakir miskin dari zakat mal. Oleh karena itu, mengkhususkan zakat fitrah untuk orang miskin relevan dengan kekhususan waktu pembayarannya.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar