Selesai dua tahun lagi? Nggak lah. Ini ditargetkan cepat koq, satu tahun begitu 😆
Ya, setahun itu termasuk cepat, apalagi butuh penelitian lapangan. Akan perlu waktu untuk silaturahim ke para punggawa pengadilan, seperti Pak Hakim Muhamad Isna Wahyudi (siap tak repotin ya om 😅)Dan beginilah biasanya saya memulai. Naskah finalnya nanti insyaallah dalam bahasa Inggris, tetapi ngdrafnya ya campur-campur begini. Maklum software kepala saya memang lokal. Diajak mikir Inggris ya grothal grathul.
Penelitian seperti ini tidak pakai proposal. Proposal hanya di kepala saya. Lalu yang di kepala itu dituangkan sambil jalan. Kadang ditulis juga sih kalau sudah agak ketemu arahnya. Dibuat kerangka argumen begitu. Tetapi, ya selalu flksibel, termasuk ganti pertanyaan riset di tengah jalan.
Tidak perlu bikin proposal karena saya juga nggak minta duit ke negara. Meneliti karena hobi, menulis karena ingin memberi. Halah. Pret.
Hahaha. Ya kalau waktunya pas dan memungkinkan, tentu saja saya akan gunakan kesempatan untuk bikin dan kirim proposal agar ada yang mbayari. Nggak ada ruginya kalau proposal lolos dan dibiayai Cak Dir Ahmad Inung misalnya. Alhamdulillah.
Tetapi riset itu ya harus dari diri kita sendiri, dengan niat kita sendiri, komitmen kita sendiri. Agenda kita sendiri. Dengan begitu, kita tidak bikin proposal dadakan karena deadline. Juga nggak perlu mengada ada anggaran.
Sebagai reviewer, saya sering sedih baca proposal yang nggak niat neliti hanya niat cari duit begitu. Dalam tradisi ilmu kita ini nih, apalagi, nggak butuh belanja barang untuk laboratorium. Modalnya cuma niat. Asal kita niat, nggak akan pernah rugi. Sungguh. Coba saja kalau nggak percaya.
Jarene Agus Malang, Dong Po Ra?
Posting Komentar