Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kelak di sidang pengadilan akhirat, umat Nabi Muhammad akan menjadi saksi bagi umat-umat terdahulu, yang kesaksian itu bersumber dari kesaksian Nabi Muhammad. Seperti yang baru saja dikutip di mukadimah tadi, Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Kata al-wast dalam bahasa Arab berarti (الْخِيَارُ وَالْأَجْوَدُ) atau yang pilihan dan terbaik. Pemberian status istimewa kepada umat Nabi Muhammad ini karena mereka mendapatkan syariat yang paling baik, yaitu syariat yang awsat, lurus di tengah, tidak ekstrem kiri, dan tidak pula ekstrem kanan. Seperti dijelaskan dalam surat al-Hajj:
هُوَ اجْتَباكُمْ وَما جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْراهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَداءَ عَلَى النَّاسِ [الْحَجِّ:78]
Dalam ayat ini, kebaikan umat ini dikaitkan dengan sifat agama yang memudahkan:
وَما جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Maka, kalau ada orang yang mengaku mengajarkan Islam tetapi yang dibicarakan adalah hal-hal yang menyulitkan, kemungkinan besar orang ini salah mengajarkan Islam, karena Islam harusnya tidak pernah menyulitkan. Karena sifatnya yang memudahkan inilah dalam salah satu riwayat juga disebutkan:
وَخَيْرُ اْلأَعْمَالِ أَوْسَطُهَا وَدِيْنُ اللهِ بَيْنَ الْقَاسِىْ وَالْغَالِىْ
“Dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara yang beku dan yang mendidih.”
Islam melarang kita berlebihan dalam segala hal. Sedekah saja, yang secara umum adalah perbuatan baik, dipagari dengan syarat secukupnya. Dalam surat al-Furqan Allah berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah.
Jika dalam hal beragama saja kita diwajibkan bersikap tengah, maka apalagi dalam urusan-urusan lain. Sebentar lagi, bangsa Indonesia akan menyelenggarakan hajatan besar lima tahunan, pemilihan umum dan pemilihan presiden. Berdasarkan pengalaman dua pemilu dan pilpres terakhir, kita melihat bagaimana bangsa ini terbelah dalam dua kutub ekstrem yang paling merasa dirinya benar, dan saling menjelekkan kubu lain tak terampunkan.
Mari, untuk pemilu yang akan datang ini, kita bersikap lebih dewasa. Bersikap lebih tengah dan sedang-sedang saja. Siapa pun capres pilihan kita, mereka hanya terbaik baik di mata kita, sebatas pengetahuan dan kepentingan kita. Sedangkan teman kita, saudara kita, atau tetangga kita, dan sebatas pengetahuan mereka, punya capres terbaik di mata mereka.
Percayalah bahwa pengetahuan dan kepentingan kita terbatas. Tidak perlu merasa paling tahu dan paling benar. Apalagi mengobarkan semangat jihad hanya dalam urusan politik. Kalau dalam beragama saja kita wajib bersifat tengah, wasatan, apalagi hanya urusan politik.
Semoga sebagai bangsa kita selalu mendapatkan hidayah dari Allah swt, sehingga siapa pun yang akan terpilih sebagai presiden akan menjadi presiden terbaik bagi bangsa ini. Kalau dia baik, semoga Allah menjaganya dari menjadi buruk di tengah jalan kuasanya. Kalau dia jelek, semoga Allah memperbaikinya di tengah jalan kuasanya.
Barakallah li walakum
Posting Komentar