Minggu depan, 2-6 November, saya mendapatkan kehormatan dan kesempatan untuk mempresentasikan salah satu riset mutakhir saya dalam translation studies, salah satu aspek yang saya teliti saat di Israel tahun lalu. Salah satu perhatian "kuno" saya adalah tentang jilbab. Saya pernah menulis di Jurnal Musawa tentang topik ini saat hangat-hangatnya dulu. Lalu saya sibuk dengan riset disertasi dan kemudian difabel. Saat di Israel, saya awalnya mau mengerjakan riset ini. Gagal. Eh, tertunda dan saya mengerjakan topik lain lagi. Akhirnya, topik ini berhasil saya selesaikan setelah pulang dari Yerusalem.
---------------------
Ringkasan
Istilah "jilbab" telah resmi digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai kata pinjaman. Studi-studi terdahulu mengenai jilbab tidak membahas praktik menerjemahkan Quran ke dalam bahasa Indo-Melayu. Dalam penelitian studi Islam, fokus lebih pada interpretasi Quran secara keseluruhan (tafsir al-Quran secara menyeluruh) daripada terjemahan kata per kata. Artikel ini menggali praktik menerjemahkan Quran ke dalam bahasa Indo-Melayu, terutama dalam terjemahan kata "jalābib" yang disebutkan dalam Surah al-Aḥzāb dari Quran.
Dengan menyelidiki berbagai terjemahan dari berbagai periode sejarah terjemahan Quran di Indonesia, penelitian ini mengungkapkan penggantian kata-kata lokal Jawa-Melayu dengan kata Arab-Quran ini secara bertahap, mencerminkan proses "Islamisasi" melalui "Arabisasi." Analisis ini memberikan wawasan tentang pendekatan penerjemah Indonesia awal, yang berusaha menangkap pesan inti Quran dengan menekankan jalābib sebagai penutup wajah, berbeda dengan generasi penerjemah kemudian yang memilih meminjam kata-kata dari bahasa Arab sambil memperluas maknanya.
Artikel ini menyatakan bahwa, dalam konteks terjemahan jalābib, Arabisasi adalah upaya untuk menjadi lebih inklusif daripada membatasi atau melakukan "radikalisasi" dalam interpretasi keagamaan.
Kata Kunci: Terjemahan Quran, tafsir jalābib, jilbab, terjemahan Indonesia
Posting Komentar