Kalau kita membaca putusan-putusan Bahtsul Masail NU, akan kita temuakan bahwa salah satu kitab yang paling sering dikutip, dirujuk, dan dipilih pendapatnyaadalah kitab Bughyatul Mustarsyidin. Jadi, penting bagi pengemar ilmu Fikih untuk mengetahui dan mengenal kitab ini.
Kitab "Bughyah al-Mustarsyidin fi Talkhish Fatawa Ba'dh al-Aimmah al-Muta-akhkhirin" adalah sebuah karya fiqh yang menghimpun secara ringkas fatwa-fatwa dari para ulama mazhab Syafi'i yang hidup pada masa kemudian. Usaha penyusunan kitab ini dilakukan oleh al-'Allamah Sayyid 'Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin 'Umar Ba 'Alawi al-Hadhrami, seorang tokoh ulama Syafi'i yang terkenal dan juga seorang mufti untuk negeri Hadhramaut, Yaman pada zamannya.
Kitab ini mengumpulkan fatwa dari beberapa ulama terkemuka, seperti Imam al-'Allamah Abdullah bin al-Husain bin Abdullah Bafaqih, al-Sayyid al-'Allamah Abdullah bin 'Umar bin Abu Bakr bin Yahya, Imam al-'Allamah Alawy bin Saqaf bin Muhammad al-Jafri, Imam al-'Allamah Muhammad bin Abi Bakar al-Asykhari al-Yamani, dan Imam al-Syaikh al-'Allamah al-Muhaqqiq Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madany.
Menurut al-'Allamah Sayyid 'Abdur Rahman Ba'alawi, tujuan penyusunan kitab "Bughyah al-Mustarsyidin" adalah untuk menyajikan karya yang mudah dipahami tanpa perlu pengulangan berulang dalam perdebatan-perdebatan yang ada dari berbagai pendapat tersebut. Beliau menyusun kitab ini secara sistematis agar memudahkan pembaca dalam memahami berbagai permasalahan dengan jawabannya yang disajikan bersamaan. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi fatwa masing-masing imam yang terdapat dalam kitab ini, Sayyid Abdurrahman Ba'alawi menggunakan rumuz yang mewakili para ulama tersebut.
Dalam penyusunan kitab ini, Sayyid Abdurrahman Ba'alawi juga menambahkan beberapa catatan untuk memudahkan pembaca. Selain itu, ia juga menambahkan faidah (manfaat) untuk menunjukkan kebermanfaatan dari fatwa yang dikeluarkan. Meskipun demikian, seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra, tidak ada rujukan atau catatan kaki yang disertakan dalam kitab ini, sehingga sulit untuk menentukan apakah pendapat yang ditulis merupakan pendapat pribadi atau orang lain.
Kitab "Bughyah al-Mustarsyidin" disusun dengan sistematika pembahasan seperti kitab-kitab fiqh lainnya, yang mencakup berbagai masalah seperti thaharah (bersuci), shalat, zakat, puasa, haji, perdagangan, warisan, nikah, dan jinayah (hukum pidana). Kitab ini juga diakhiri dengan ulasan tentang faedah-faedah dari Al-Qur'an, sejarah Nabi dan sahabat, keutamaan ahlul bait, dan wasilah.
Karya ini telah diberi ta'liq oleh al-Sayyid Ahmad bin 'Umar al-Syathiri melalui karyanya yang berjudul "Ta'liqat 'ala Bughyah al-Mustarsyidin", dan telah diterbitkan oleh beberapa syarikat penerbitan dalam satu jilid.
Cara Membaca Kitab ini
Untuk memahami isi kitab ini, tidak hanya diperlukan pengetahuan tentang tata bahasa Bahasa Arab, tetapi juga dibutuhkan tingkat ketelitian dan kehati-hatian yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pendekatan Sayyid Abdurrahman dalam menyusun kitabnya, di mana ia menggunakan inisial nama para ulama untuk menyederhanakan dan memfokuskan pembahasan utama. Berikut adalah nama-nama ulama beserta inisial mereka:
- Imam Abdullah Bafaqih, ditulis sebagai ب,
- Imam Abdullah bin Yahya, ditulis sebagai ي,
- Imam Alawy bin Tsaqaf bin Muhammad al-Jafri, ditulis sebagai ج,
- Imam Muhammad bin Abi Bakar al-Asykhari al-Yamani, ditulis sebagai ش,
- Imam Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madany, ditulis sebagai ك.
Penting untuk diingat dan dihapalkan, karena dalam kitab ini, pendapat yang diberikan oleh kelima ulama tersebut seringkali berbeda pendapat satu sama lain.
Selain itu, dalam kitab ini, seringkali kita akan menemukan istilah "فائدة" (manfaat), yang digunakan untuk menunjukkan bahwa fatwa yang diberikan memiliki beberapa manfaat yang sangat baik untuk diketahui oleh pembaca.
Selain itu, dalam sistematika penulisannya, kitab ini juga seringkali menambahkan catatan-catatan tambahan, misalnya:
- Jika dalam suatu masalah terdapat kesepakatan antara dua ulama atau lebih, maka setiap ulama yang menyepakati akan disebutkan secara terperinci sesuai dengan simbol yang telah ditetapkan. Namun, jika ada salah satu ulama yang memberikan pemahaman tambahan atau berbeda sedikit, hal ini akan dicatat dengan kata-kata "كذا فلان زاد" atau "كذلك خالف".
- Jika dalam suatu masalah terdapat kaitan atau perbedaan pendapat, tetapi imam yang memberikan fatwa belum menyebutkannya, maka simbol "اھـ" akan ditambahkan di akhir kalimat, dengan penjelasan tentang kaitan atau perbedaan tersebut sebelumnya disebutkan dengan kata "قلت", agar pembaca mengetahui sumber tambahan informasi tersebut.
Posting Komentar