Jurnal: Studi Islamika, Vol. 30, No. 3, Th. 2023
DOI: https://doi.org/10.36712/sdi.v30i3.35011
Tanggal terbit: April 2024
Abstract
In the past decade, Indonesia has witnessed a surge in interest in exploring the intersection of Islam and disabilities. This trend began with a seminar at UIN Sunan Kalijaga in 2011, leading to numerous research initiatives and publications, culminating in the publication of separate Fikih Difabel by three prominent Islamic institutions. However, these works often treat disabilities as exceptions, relying heavily on exceptions (rukhṣah) rather than developing comprehensive solutions that integrate people with disabilities as full and equal members of the community. This article examines the approaches and limitations of those three Fikih Difabel and proposes a more inclusive Fikih Difabel. It advocates adoption a holistic paradigm encompassing approach, definitions, methods, and accessibility, emphasizing the need to move beyond the rukhṣah. Employing a contextual discussion on ṭahārah to illustrate my proposed approach, this article aims to encourage a more practical and comprehensive framework for addressing disabilities within fiqh in Indonesia.
Selama sepuluh
tahun terakhir, perhatian terhadap isu Islam dan disabilitas meningkat pesat.
Tercatat, sejak seminar Islam dan disabilitas di UIN Sunan Kalijaga pada 2011,
puluhan riset terbit dalam berbagai bentuk, mulai dari skripsi, tesis,
disertasi dan artikel jurnal ilmiah. Secara khusus, momentum ini juga mendorong
lahirnya upaya-upaya serius untuk merumuskan apa yang lebih dikenal sebagai
Fikih Sosial untuk menanggapi isu-isu terkait hukum Islam dan penyandang
disabilitas. Khususnya, tiga kompilasi Fikih Difabel telah diterbitkan
oleh UIN Sunan Kalijaga, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah. Berdasarkan tiga
fikih ini, penelitian ini berusaha menemukan apakah pendekatan Fikih yang
digunakan oleh ketiganya dalam melihat disabilitas dan apa kelemahan pendekatan
ini. Setelah menemukan dominasi penggunaan rukhṣah dan
kelemahannya, artikel ini berpendapat mengenai perlunya formulasi sebuah
Fikih Difabel yang lebih komprehensif, yang meliputi empat aspek
reinterpretasi: uṣūl al-ḥukm (pendekatan hukum), taʿārīf (definisi),
kayfiyāt (cara), dan
aksesibilitas. Agar usulan
ini lebih terbaca, bagian akhir artikel ini akan menyajikan implementasi reinterpretasi
ini dalam kasus ṭahārah. Taharah adalah bab pertama dalam kitab Fikih klasik,
dan dari sini mungkin akan dapat dibangun Fikih Difabel yang lebih utuh di masa
depan.
Keywords
Disabilities in Islamic Law, Fikih Difabel, Rukhṣah, Ṭahārah for the Persons with Disabilities, Indonesia
Posting Komentar