Dicegat Jamaah

Sebagai khatib, saya punya pengalaman berkali-kali ditunggu dan dicegat jamaah saat selesai Jumatan. Sekali dua kali ada jamaah yang menyampaikan ketidaksetujuan atas isi khutbah saya. Eh, persisnya dua kali sebenarnya. Pertama, saya masih ingat ada jamaah mazhab nganu yang memprotes khutbah toleransi saya untuk mengucapkan selamat natal. Khutbah ini saya sampaikan di masjid kampung saya

Kedua, khutbah kesetaraan gender di kegiatan masjid yang saya bacakan di Masjid Mardiyah. Selebihnya, pengalaman dicegat jamaah itu pengalaman yang "damai"😄:  ingin kenalan, ucapan terima kasih, minta nomor telpon...

Kemarin, sewaktu khutbah di Masjid Suciati, saya punya pengalaman baru. Begitu saya meninggalkan saf hendak keluar masjid, dua orang mendekati saya. Mereka tidak saling kenal, datang dari arah yang berbeda, tetapi niat mereka sama. 

Jamaah A: "Pak, boleh tidak saya minta naskah khutbahnya?" Belum sempat saya jawab, yang B segera bilang, "Tadinya saya juga mau minta, Pak." Duh!

***

Saya memang konservatif soal khutbah. Khutbah selalu saya tulis dan baca. Selain menjaga ketentuan Fikih klasik yang ketat tentang khutbah, ada dua alasan mengapa saya selalu membaca teks: Pertama, saya tidak ingin "kuliah" di mimbar Jumat. Kalau tidak baca teks, nanti mode saya jadi mengajar. Bisa-bisa kelepasan bikin guyon. 

Kedua, menjaga waktu agar tetap dalam lingkup maksimal 10 menit. Dengan membuat teks, saya biasanya membaca dulu di rumah dengan "timer", seberapa cepat kira-kira khutbah itu nanti dibaca. Sambil ngecek, kalau ada hal penting yang belum tersampaikan, mana yang sudah ditulis dan harus dibuang untuk diganti slotnya.

Sedapat mungkin saya usahakan agar waktu khutbah yang pendek itu bisa "sebanyak" mungkin menyampaikan pesan. Agar waktu yang pendek itu pesan "berat" (seperti lingkungan hidup) bisa diringankan. Tidak selalu berhasil, tetapi setidaknya sudah saya niatkan begitu.

Di Surabaya, kata teman saya yang jadi dosen di UINSA, "Nggak usum khutbah koq moco. Besok Nggak dipakai lagi."  Beh, kaget saya, bukannya Suroboyo ki NU. Mosok khutbah dipadakne pengajian kultum?

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama