Menawarkan Teori Baru Lewat Tafsir al-Ibriz Kiai Bisri


Besok pagi, Kamis 1 Agustus, saya akan mempresentasikan salah satu on going researh saya dalam translation studies di Forum ICAS ke-13 di UNAIR. Melanjutkan riset saya di Yerusalem tentang manuskrip-manuskrip jalalain dari berbagai pondok pesantren dan surau, besok saya akan fokus pada satu manuskrip dari Pondok Pesantren Langitan. 

Tawaran teori saya sebenarnya sederhana saja: bahwa naskah-naskah tafsir ynag lahir pada zaman cetak, seperti al-Ibriz, dipengaruhi oleh tradisi panjang pembelajaran tafsir oral yang ada di nusantara. Islam itu disebarkan pertama-tama adalah secara oral dan karena itu "oral register" ini harus menjadi perhatian dalam setiap diskusi kita tentang banyak hal terkait produksi pemikiran dalam Islam. 

Kajian sejarah tafsir, misalnya, selama ini lebih didominasi pencarian "naskah tercetak" atau pun kalau dalam bentuk manuskrip lebih mengasumsikannya sebagai produksi "menulis" yang dipoisahkan dari tradisi oralnya. Jadi, saya mencoba melihat aspek-aspek oral atau oral registers ini dalam riset terakhir saya. Sekali lagi, tawaran saya ini sederhana tetapi saya percaya bahwa masih banyak orang yang mengabaikannya.

Apa yang akan saya angkat sebagai kasus adalah Tafsir al-Ibriz dan kaitannya dengan manuskrip Jalalain di Pesantren Langitan. Pas ketemu di UIII Depok lalu, saya mencoba spill sebagaian riset saya ini ke Gus Ulil Abshar Abdalla. Saya belum dapat share di sini isinya karena proses risetnya baru kira-kira 75% . Presentasi di ICAS tujuannya memang bukan presentasi hasil, tetapi kulakan feedback, gitu lho.

Oh ya, saya terjadwal di Panel Around the Line I: Writing, Reading, and Reciting Interlinear Translations in the Indonesian-Malay World, Location: The Faculty of Humanities, Room 307. 

Sampai jumpa di Surabaya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama